Home / Lensa / Pernyataan Menkomdigi Soal ‘Wajib Kerja Sama dengan PWI’ Tuai Kritik: Dinilai Langgar Kebebasan Pers

Pernyataan Menkomdigi Soal ‘Wajib Kerja Sama dengan PWI’ Tuai Kritik: Dinilai Langgar Kebebasan Pers

Jakarta, jarinusa.id — Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid yang menyebut pemerintah daerah “wajib bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)” memicu reaksi keras dari sejumlah organisasi dan tokoh pers nasional.

Kebijakan tersebut dianggap tidak sejalan dengan prinsip kebebasan pers dan berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap organisasi profesi wartawan lainnya.

SWI: Pemerintah Jangan Ciptakan Monopoli Organisasi Pers

Plt. Ketua Umum Sekber Wartawan Indonesia (SWI), Ir. Herry Budiman, menilai penggunaan kata “wajib” dalam konteks kerja sama dengan organisasi wartawan tidak tepat dan berpotensi menyalahi semangat kemerdekaan pers.

> “Pemerintah semestinya menjadi fasilitator, bukan regulator yang mengarahkan hanya pada satu organisasi tertentu. Diksi ‘wajib’ itu bisa menimbulkan kesan intervensi terhadap independensi pers,” ujar Herry dalam keterangan tertulis, Minggu (5/10/2025).

Menurutnya, keberadaan berbagai organisasi wartawan merupakan bagian dari ekosistem demokrasi yang sehat, dan pemerintah seharusnya menjaga agar tidak ada monopoli kelembagaan dalam dunia pers.

Kritik dari Kalangan Hukum dan Akademisi

Pendapat senada disampaikan oleh Kostaman, S.H., Pimpinan Redaksi Berita Top Line yang juga praktisi hukum. Ia menilai arahan yang bersifat wajib hanya kepada satu organisasi bisa bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 dan UU HAM Nomor 39 Tahun 1999, yang menjamin kebebasan berserikat dan berorganisasi.

> “Negara tidak boleh memonopoli pembinaan atau akses kerja sama hanya kepada satu wadah. Itu akan menimbulkan ketimpangan terhadap organisasi lain seperti AJI, IJTI, SMSI, atau SWI,” tegasnya.

Sementara itu, Imam Suwandi, S.Sos., M.I.Kom., Kabid Litbang dan Diklat DPP SWI, mengingatkan bahwa pernyataan semacam itu dapat menciptakan kesenjangan antar organisasi pers.

> “Jika pernyataan ini tidak diluruskan, publik bisa berasumsi bahwa hanya satu organisasi yang diakui pemerintah. Itu berbahaya bagi iklim kebebasan pers,” ujarnya.

Ia juga mendorong Dewan Pers untuk memberikan klarifikasi resmi agar tidak terjadi salah tafsir di daerah.

Potensi Pelanggaran Etika dan Hukum

Pendiri SWI, Maryoko Aiko, menilai pernyataan tersebut berpotensi melanggar etika publik dan bahkan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.

> “Jika pemerintah daerah diarahkan hanya menjalin kerja sama dengan satu organisasi, maka bisa muncul potensi pelanggaran hukum seperti penyalahgunaan wewenang atau indikasi Tipikor, karena anggaran publik diarahkan ke satu pihak tertentu,” tegasnya.

Maryoko menekankan, kerja sama dengan organisasi wartawan sah dilakukan sepanjang pemerintah bersikap netral dan terbuka terhadap seluruh organisasi yang memiliki legalitas.

Kebebasan Pers Adalah Hak Semua Wartawan

Dalam pernyataan sikapnya, SWI menegaskan bahwa kebebasan pers adalah milik seluruh insan pers Indonesia, bukan hanya satu kelompok.

> “Kerja sama boleh dilakukan, tapi tidak boleh dalam bentuk kewajiban tunggal. Pers harus berdiri sejajar dengan pemerintah, bukan di bawahnya,” tutup Herry Budiman.

SWI juga menyerukan agar pemerintah lebih fokus menjadi penjamin kebebasan pers, bukan pengarah kebijakan tunggal yang justru bisa mempersempit ruang demokrasi.

Desakan Klarifikasi dan Netralitas Pemerintah

SWI bersama sejumlah tokoh pers mendorong Dewan Pers dan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk memberikan klarifikasi resmi mengenai pernyataan tersebut.

Menurut mereka, langkah ini penting agar tidak terjadi salah tafsir yang dapat menimbulkan diskriminasi di antara organisasi wartawan.

> “Pemerintah perlu menunjukkan netralitas dan menjamin semua organisasi pers diperlakukan sama. Pembinaan harus bersifat inklusif, bukan eksklusif,” tegas Kostaman.

Menjaga Kedaulatan Pers Nasional

SWI menilai penguatan kedaulatan pers hanya bisa terwujud melalui kolaborasi lintas organisasi, bukan dengan sentralisasi kekuasaan pada satu lembaga saja.

“Indonesia membutuhkan pers yang bebas, berdaulat, dan berkeadilan — bukan pers yang tunduk pada kekuasaan,” demikian pernyataan resmi SWI dalam rilis bernomor 012/HUM-DPP/SWI/X/2025.

 

#KebebasanPers #SWI #Menkomdigi #PWI #DemokrasiPers

 

(Red-Hum-SWI)

Loading

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!